Pesona Jendela Eropa, Pesona Keserasian
JENDELA rumah yang kerap disebut eye of wall selalu menarik diamati. Masing-masing penghuni rumah dengan seleranya sendiri merancang dan membuat jendela rumah, yang kemudian menjadi ciri pemilik rumah.
JIKA Anda sedang berkunjung ke Eropa, sebutlah misalnya ke Roma, Paris, dan Amsterdam, perhatikanlah bentuk jendela warga kota-kota dunia itu. Rata-rata membangun jendela dengan seleranya sendiri. Akan tetapi uniknya, meski dengan bentuk yang mengikuti selera masing-masing pemilik rumah, deretan jendela berwarna warni itu tidak "saling mengacaukan". Deretan jendela itu tetap serasi dan enak dipandang mata.
Perhatikanlah foto-foto yang dipasang di halaman ini, yang memberi gambaran konkret tentang harmonisnya jendela di Kota Amsterdam dan Roma. Meski ada yang memasang teralis di balkon, ada yang menggunakan cat dinding berwarna gelap, setengah gelap dan terang, tetapi jendela yang "saling menenangga" itu kok tetap asyik dipandang-pandang.
Lalu apa yang membuat keserasian itu demikian dominan? Ada banyak faktor, di antaranya, dinding rumah dan gedung di Amsterdam, Belanda, misalnya, cenderung agak rata dengan tetangganya -meski menggunakan ornamen berbeda.
Kedua, karena faktor iklim di Eropa, jarang yang memakai kanopi dan seng penutup jendela-sebagaimana banyak terlihat di Indonesia. Di Eropa, salju misalnya turun ke bumi dengan posisi tegak lurus, tidak "berbelok-belok" masuk jendela seperti air hujan.
Ketiga, jendela Eropa, umumnya tanpa lapisan teralis di dalamnya. Kaca tembus pandang, hanya ditutup gorden putih tipis, sehingga memberi kesan bergairah. Tambahan lainnya, sebagian jendela di Eropa dilengkapi dengan kembang-kembang kecil, ornamen dinding yang menawan, atau patung-patung mungil yang sungguh makin menambah keelokan jendela tersebut.
Keempat, di puncak rumah, biasanya terdapat jendela kecil yang bisa menjadi tempat bagi pemilik rumah melihat "dunia di luar rumah" dari jarak lebih tinggi. Jendela kecil di atap rumah itu juga menambah keelokan rumah.
HAL menarik lain dari bangunan di Eropa ialah betapa masyarakatnya sangat menyadari fungsi lahan. Sekadar catatan, sebagian rumah di Amsterdam, misalnya, dibangun pada abad ke-15, 16, 17, dan 18. Pada abad-abad itu, jumlah manusia, tentu saja tidak sebanyak dengan yang ada pada abad ke-21 ini.
Akan tetapi, inilah menariknya. Meski jumlah manusia masih kurang, tetapi penduduk di sana sudah sangat memahami benar makna "hemat lahan". Mereka tidak membuat rumah dengan halaman gila-gilaan luasnya. Penduduk Eropa ketika itu membuat rumah bertingkat agar keluarganya mendapat ruang agak lega di atas. Lalu, sisa lahan yang ada dapat dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi lain.
Kita bukanlah hendak meniru-niru. Akan tetapi mungkin ada baiknya manakala kita, warga Indonesia, bercermin dari cara penduduk Eropa membangun rumah bertingkat, dan membuat jendela serta ornamen dinding-yang sungguh indah itu. Kita bisalah merancang jendela-jendela yang berbentuk sederhana tetapi selalu sedap dipandang mata.
Memang ada hambatan menyebalkan, yakni keharusan memasang teralis pengaman dari kemungkinan serangan pencuri. Kehadiran teralis sedikit mengganggu pemandangan. Namun, dengan membentuk jendela yang nyaman, pasti bisa melahirkan pesona. (Abun Sanda)